Jumat, 21 Oktober 2011

TB PARU

.   
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINSI
Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa tipe humanus ( jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). (ilmu penyakit paru, muhammad Amin).
Tb paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.

B.   ETIOLOGI
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang denagn ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan-tahan dalam lemari es).

C.   PROSES PENULARAN
Tuberculosis tergolong airbone disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiap kali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi didalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam.

D.   ANATOMI FISIOLOGI
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1M3Cq0Wm-qQLs-YQdk0MBcmvgWoK45sKzydAIUYRrr4DC9ar5jrIw4PP-TpJej6u3fQqR1di1DBQRa0Vxeo8USCOGmXPWQQuBgEts-9S91k7XH-AftAitFHRyRF_jeWGNnkrLQTlTRq2z/s320/TB.JPG


E.   PATOFISIOLOGI
Port de’entri kuman microbakterium tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus  atau paru-paru atau dibagian atas lobus bawah atau paru-paru tau dibagian bawah atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh denagn sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitolit yang dikelilingi leh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 1 sampai 10 hari.

F.   MANIFESTASI KLINIS
1.      Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu
2.      Sesak napas dan nyeri dada
3.      Badan lemah, kurang enak badan
4.      Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menurun  (Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly)

G.   JENIS-JENIS PENYAKIT TBC
Penyakit tuberkulosis ( TBC ) terdiri atas 2 golongan besar,yaitu :
1.    TB paru ( TB pada organ patu-paru )
2.     TB ekstra paru (TB pada organ tubuh selain paru )
a.    Tuberkulosis milier
b.    Tuberkulosis sistem saraf pusat ( TB neningitis )
c.    Tuberkulosis empyem dan Bronchopleural fistula
d.    Tuberkulosis Pericarditis
e.    Tuberkulosis Skelet / Tulang
f.     Tuberkulosis Benitourinary / Saluran Kemih
g.    Tuberkulosis Peritonitis
h.     Tuberkulosis Gastriontestinal (Organ Cerna)
i.     Tuberkulosis Iymphadenitis
j.     Tuberkulosis Catan / Kulit
k.    Tuberkulosis Laringitis
l.      Tuberkulosis Otitis
                                                                                                         
H.   KOMPLIKASI
1.    Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial
2.    Pleuritis tuberkulosa
3.    Efusi pleura
4.    Tuberkulosa milier
5.     Meningitis tuberkulosa

I.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.    Kultur Sputum adalah Mikobakterium Tuberkulosis Positif pada tahap akhir penyakit
2.    Tes Tuberkalin adalah Mantolix test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam)
3.    Poto Thorak adalah Infiltrasi lesi awal pada area paru atas : pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas : pada kavitas bayangan, berupa cincin : pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4.    Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena Tb paru
5.    Darah adalah peningkatan leukosit dan laju Endap darah (LED)
6.    Spirometri adalah Penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun

J.    PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu : Fase Intensif (2-3 bulan) dan Fase Lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat rifampisin / INH.

K.   DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah.
Kriteria hasil :
·         Mempertahankan jalan nafas pasien
·         Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi :
·         Kaji fungsi pernapasan contoh : Bunyi nafas, kecepatan, irama,  kedalaman dan penggunaan otot aksesori
·         Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif : catat karakter, jumlah sputum, adanya emoptisis
·         Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
·         Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : penghisapan sesuai keperluan
·         Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
Rasionalisasi :
·         Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis
·         Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkal dan dapat memerlukan evaluasi
·         Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan
·         Mencegah obstruksi / aspirasi

2.    Pertukaran gas, kerusakan dan resiko.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk atau produksi sputum meningkat.
Kriteria hasil :
·         BB meningkat
Intervensi :
·         Catat status nutrisi pasien
·         Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai / tidak disukai
·         Berikan makanan sedikit tapi sering
·         Anjurkan keluarga klien untuk membawa makanan dari rumah dan berikan pada klien kecuali kontra indikasi
·         Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasionalisasi :
·         Berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat
·         Pertimbangan keinginan dapat memperbaiki masukan diet
·         Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan
·         Membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural

3.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang ada.
Kriteria hasil :
·         Menyatakan pemahaman proses penyakit / prognosis dan kebutuhan pengobatan

Kamis, 06 Oktober 2011

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN BRONKITIS KRONIS ASMA BRANKHIAL

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN
BRONKITIS KRONIS
ASMA BRANKHIAL

1.     Pengertian
a.      Definisi PPOM
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

b.      Bronkitis Kronis
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002).
Istilah bronkitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.

c.       Asma Bronkial
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).

2.     Etiologi
b.  Bronkitis Kronis

Penyebab bronkitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkitis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Kelainan kongenital dalam ini bronkitis terjadi sejak dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan faktor perkembangan fetus memegang peran penting.


b.  Asma Bronkial
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).

3.     Penyebab
a. Penyebab Bronkitis Kronik
Faktor-fakor penyebab tersering pada Bronkitis kronis adalah: asap rokok (tembakau), debu dan asap industri, polusi udara.
Disebutkan pula bahwa Bronkitis kronis dapat dipicu oleh paparan berbagai macam polusi industri dan tambang, diantaranya: batubara, fiber, gas, asap las, semen, dan lain-lain. (Jazeela Fayyaz, DO, Jun 17, 2009 )

b. Penyebab Asma Bronkial
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1.      Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2.      Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3.      Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
1.      Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.      Faktor presipitasi
a.       Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
·         Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
·         Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
·         Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)
b.      Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c.       Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d.      Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e.       Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

4.     Tanda Dan Gejala

a.      bronchitis kronik
Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis kronis adalah sebagai berikut: 
·         Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.
·         Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.
·         Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
·         pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
1.      Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.
2.      Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3.      Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.

Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis oleh dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), yakni radiologi (rontgen), faal paru, EKG, analisa gas darah.

b.      Asma bronkial
Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi. Penyakit ini brsifat episodik dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala.
Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal


4.     Patofisiologi

a.      Patofisiologi Bronkitis Kronis
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

b.      Patofisiologi Asma
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema  mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).

6.     Penata Laksanaan

ASUHAN KEPERAWATAN PPOM
(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN)
A.    Pengkajian

Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
•Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
•Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
•Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
•Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
•Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
•Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
•Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
•Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
•Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
•Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
•Apakah tampak sianosis?
•Apakah vena leher pasien tampak membesar?
•Apakah pasien mengalami edema perifer?
•Apakah pasien batuk?
•Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
•Bagaimana status sensorium pasien?
•Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

B.     Diagnosa Keperawatan PPOM

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret, bronkospasme, sekunder aktivitas trakeobronkhial.

Intervensi :
a.       Kaji suara nafas tiap jam selama episode akut untuk menilai kkeadekuatan pertukaran gas.
b.      Jika memungkinkan lakukan suction.
c.       Monitor warna dan konsistensi sputum karena asma sering sebagai akibat infeksi saluran nafas atas.
d.      Kaji keefektifan batuk klien, anjurkan untuk batuk efektif.
e.       Tingkatkan intake cairan untuk mencegah secret yang kental, untuk mengembalikan cairan yang hilang akibat respirasi yang cepat.
f.       Berikan humidifier untuk mengencerkan dahak.
g.      Jika secret kental dan sulit dikeluarkan, lakukan fisioterapi dada : perkusi dan vibrasi.
h.      Berikan perawatan mulut, setiap 2 – 4 jam, untuk menghilangkan rasa tidak enak akibat secret.
i.        Lakukan order dokter dalam pemberian expetoran.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan bronkospasme, sekunder hypesensitifitas trakeobronkus.

Intervensi :
a.       Kaji kembali dan observasi frekuensi pernafasan, kedalaman pernafasan, dan adanya tanda-tanda sesak nafas.
b.      Monitor nilai analisa gas darah untuk mengetahui keefektifan pengobatan.
c.       Baringkan pasien dalam posisi fowler untuk meminimalkan kerja ekspansi dada.
d.      Berikan oksigen pernasal sesuai order dokter.
e.       Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan :
-Kortikosteroid
-Bronkodilator
-Antihistamin

3.Ansietas berhubungan dengan ketidakpastian kondisi, kesulitan bernafas, terjadinya serangan ulang.

Intervensi :
a.       Kaji tingkat ansietas (skala HART).
b.      Kaji kebiasaan keterampilan koping.
c.       Berikan dukungan emosional :
-Tetap berada di dekat  pasien selama serangan akut
-Antisipasi kebutuhan pasien
-Berikan keyakinan yang menenangkan
d.      Implementasikan teknik relaksasi.
e.       Kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana.
f.       Jangan berbicara jika sedang dispnea berat.

4.Potensial terjadi kekambuhan serangan asma.

Intervensi :
Berikan penyuluhan tentang usaha pencegahan serangan asma, yaitu :
a.       Menjaga kesehatan dengan cara makan makanan yang bergizi, istirahat cukup, minum banyak, rekreasi, dan olah raga yang sesuai.
b.      Menjaga kesehatan lingkungan dengan cara membersihkan rumah, ruangan, kamar tidur, dan menghindari tempat lembab.
c.       Menghindari factor pencetus.
d.      Menggunakan obat-obatan anti asma. Peran perawat di sini yaitu mengajarkan cara menggunakan obat anti asma sesuai dengan aturan pakai.
e.       Lain-lain (meditasi).